Malam ini sepulang bekerja, kudapati sebuah amplop di dalam kotak surat. Isinya sumpit cantik dan selembar tulisan, kiriman seorang teman Jepang dari provinsi sebelah. Lelah lahir batinku tidak hilang seketika tapi menyelesaikan malam menjadi lebih ringan rasanya. Teman yang sama yang dulu membuatkan aku materi belajar bahasa lalu menyempatkan mengajari secara online saat aku masih di Bogor. Belasan pertemuan, sudah seperti kurikulum sekolah tetapi untungnya yang ini tidak ada UTSnya, bisa-bisa nilai jeblok karena IQ sudah turun banyak akibat kognitif sudah tidak pernah diasah.
Teman yang sama yang terbang ke Sapporo tepat di pekan pertama aku tiba, mengajari cara beli tiket kereta dan menunjukkan tempat-tempat makan halal. Karena dia tau pilihan makanku terbatas padahal dia pun bukan warga situ. Teman yang tidak pernah terlambat apalagi bolos sekolah, tapi rela ambil cuti kerja 3 hari menemaniku keliling Yokohama dan Tokyo semester lalu. Agar aku tidak sendirian menunggu waktu janji temu dengan seorang atasan yang habis mengisi seminar.
Hari ini, aku belajar lagi akan satu hal. Momen datang lalu pergi lagi. Memori tersusun dan bisa hilang suatu hari. Tiada guna dunia dikejar setengah mati. Sebagaimana aku selama ini percaya semakin sedikit mengenal manusia maka semakin sedikit pula peluang sakit hati. Kali ini aku juga menerima bahwa ada kalanya Tuhan memberi pelajaran berharga melalui kemewahan yang sirna begitu saja.
Pada akhirnya, ketulusan umurnya tetap lebih panjang, dirawatnya pun hanya perlu dengan hal-hal sederhana. Pada akhirnya, harus berhenti sedikit-sedikit resah karena memang kita tidak akan pernah siap untuk banyak hal: menikah lagi dan lalu punya anak dua, mengambil banyak cuti karena tiba saatnya harus merawat orang tua, atau meratapi nyeri di dada yang datang tiba-tiba. Dan pada akhirnya harus mulai belajar setia, belajar sabar menghadapi yang ada di depan mata.
Tetaplah hidup di dunia nyata. Coretan di kertas, suara daun kering, aroma hujan, makan bersama, dan percakapan yang panjang. Berkeringatlah setiap menghadapi data yang tidak pernah pasti. Berhitunglah pada harga dua merk mie instan dan dua saset kopi. Sempatkan kecewa, beri waktu menikmati patah hati kemudian bangkit lagi. Tontonlah lagi Van Der Wijck walau akan kembali menangis mengasihani Hayati. Hiduplah, sebagai manusia, menjadi manusia.
tulisan-tulisan penuh emosi yg dirindukan bu hag
ReplyDeleteversi magernya ngetwit, versi rajinnya ngeblog
Delete