"Apa kabar kamu hari ini?" Klise namun ingin kuulangi setiap malam. Meski lebih sulit mencari celah waktumu di penghujung hari, tetapi baiklah, kesehatan dan istirahatmu lebih penting dari itu. Aku percaya di mana kau kucari, di situ kau sedang merapikan hidupmu untuk peristiwa membahagiakan keesokan harinya.
Kebingunganmu terasa sampai di sini, di ribuan kilometer jarak kita saat ini. Keresahan tanpa alasan, tarik ulur yang semakin seru, juga permintaan hati yang tak kunjung dapat kukabulkan. Hal-hal kecil yang sudah berubah, kebiasaan yang kini menjadi berbeda. Kamu tetap ada namun rentang kita semakin terasa. Kuingat pernah dengan lantang kuteriakkan bahwa memang terlalu jauh bicara mati, namun hanya itulah yang bisa memisahkan kamu dari penjagaanku. Senaif itu cintaku padamu hingga kadang lupa bahwa tidak semua yang hadir akan menjadi takdir.
Kulihat kembali pesan-pesan yang saling kita kirimkan sejak pagi, tiga puluh bulan lalu. Dua manusia naif yang harus siap kapanpun tiba waktunya untuk kembali menjadi asing. Aku tau betapa payahnya aku memahami kamu, sampai aku mengerti bahwa bebanmu berat sekali, jauh lebih dalam daripada sekadar rasa khawatirku. Tidak jarang egoku meledak hanya karena aku belum tahu usahamu sudah mampir lebih dulu. Aku mengerti yang kamu tawarkan kini adalah separuh hidupmu atas duka dan rapuh yang telah kau usaikan sebelumnya. Kuterima setengah hati yang kautitipkan dan kutemani kamu melepas setengahnya lagi pada tempat yang seharusnya.
Hatiku tidak seluas itu untuk berlapang dada atas kisah yang tidak sempurna ini. Tidak sekadar tidak sempurna, namun sejak awal kita paham bahwa ujung cerita seperti ini hanyalah kepedihan. Memulainya saja sudah setengah mati, aku sendiri tidak mengetahui nyawa lain dari mana yang membantu kita bertahan dalam situasi yang sulit ini. Walau cerita yang tanpa cela hanya ada di dalam buku, tetapi mengapa kita memilih tetap melangkah bersama pada jalan yang begitu terjal?
Tidak pernah ada yang terlalu kaku dalam cerita cinta. Komitmen yang terlalu takut untuk kujaga membuatku suka mengajakmu mengoreksi rasa dan meluruskan kembali janji-janji kita. Aku tahu bahwa sekarang aku yang sulit dimengerti. Akupun benci menghitung perjuangan, karena tidak ada yang terlalu besar jika itu tertuju padamu. Aku tahu sekarang persimpangan di depan kita begitu lebar. Akupun benci menerka jumlah langkah yang kita perlukan untuk bersama sampai ke tujuan. Aku tahu sekarang kita sudah menua. Akupun benci mengingat sisa usia berikut harganya. Namun percayalah, masa lajang ini akan mudah kita kenang atas begitu banyaknya memori yang kita ciptakan di sela-sela hari.
Sesungguhnya aku benci simbol-simbol kenangan. Bagiku, kenangan yang sebenarnya adalah yang tersimpan di dalam hati, terekam selamanya di dalam ingatan, tanpa menjelma menjadi bentuk benda: hadiah, catatan percakapan, maupun momen liburan. Rasanya aku pernah ceritakan ini sebelumnya. Maka tidak ada yang perlu kamu lakukan dengan berlebihan selain berjanji untuk tetap di sampingku setiap hari apapun yang terjadi, seberat apapun masalah kita, sebesar apapun amarah yang sedang melanda. Atas apa yang telah kita jalani, bagian terpahit yang akan selalu kuhindari adalah menyerah padamu dan memutuskan untuk pamit dari rencana perjalanan kita ke depan.
Meski aku memang sering menyebalkan, percayalah, kamu akan bangga pernah menjadi bagian dari cerita cintaku.
Semangat terus merekam kenangan nya kak
ReplyDeleteSiap Mas Eric.
DeleteNice story love it
ReplyDeleteThanks a bunch!
DeleteMasyaallah so sweet. Semoga sehat selalu ya bundaku❤️
ReplyDeleteAamiin. Novi juga sehat-sehat ya.
Delete👍👍👍
ReplyDelete:)
DeleteIndah.. Like a letter for anniv
ReplyDeleteAppreciate the people who struggle much with their relationship.
DeleteApakah perjalanan itu masih berlanjut?
ReplyDeleteMasih, dengan rasa berjuang yang hampir luntur
DeleteFeel nostalgic
ReplyDelete♡
Delete