Skip to main content

Days of A Sinovacced

Prolog

Senin, 11 April 2022. Siang ini saya akan berangkat ke Sapporo! Saya diberi tugas oleh Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan belajar pada jenjang S3 di Laboratorium Applied Molecular Microbiology, Graduate School of Global Food Resources, Hokkaido University.

Saya akan mempelajari patogenesis cendawan penyebab blas padi, dibimbing oleh Bapak Profesor Teruo Sone. Sponsor belajar saya adalah Hokkaido University President's Fellowship yang seluruh rangkaian seleksi beasiswa sampai penyelesaian urusan dokumen admission ke graduate school berikut support morilnya dibantu oleh ICO, direktorat program internasional di IPB.


Karena program ini sudah dimulai sejak Oktober 2021 tetapi waktu itu belum bisa berangkat karena pandemi, saya harus memulai semester 1 di Indonesia. Terima kasih kepada Departemen Proteksi Tanaman atas segala fasilitas penelitian yang diberikan pada penumpang gelap ini.

Cerita perjalanan saya terangkum di sini. Selamat membacaaa. Bagi rekan-rekan yang akan melakukan perjalanan serupa, cerita ini boleh dijadikan referensi dan kita bisa sedikit berdiskusi.

Abbr.: CoE; Certificate of Eligibility | ERFS; Entrants, Returnees Follow-up System | MHLW; Ministry of Health, Labor, and Welfare | MOFA; Ministry of Foreign Affairs 

---


Persiapan keberangkatan

Keperluan persiapan keberangkatan: CoE, ERFS, paspor dan visa, pledge, hasil PCR sesuai format MHLW, kuesioner dari MHLW, dokumen pertanggungan asuransi (hard copy asli); e-ticket, riwayat kesehatan, comprehension check (soft copy); MySOS, COCOA, Google Maps (aplikasi); dan termometer

Segera setelah dapat info visa saya rampung, saya ketok palu untuk mulai masuk masa karantina mandiri di rumah dan mengukur suhu tubuh setiap pagi. Jadi kapanpun saya diminta berangkat, periode berdiam diri saya tetap bisa terpenuhi. Beruntung pekerjaan lab saya sudah selesai seminggu sebelumnya. Saat saya rasa waktunya sudah tepat, saya mendiskusikan tanggal keberangkatan pada Sensei dan beliau setuju. Melalui Traveloka, saya memesan tiket Japan Airlines (JAL) JL 726, 5 April 2022 pukul 21.55 dengan tujuan bandara Narita. Sebetulnya saya adalah aisle person, tapi tidak tahu kenapa kali ini insting saya mengarahkan ambil window seat, akhirnya saya pilih kursi 20A, dekat sayap.

Dokumen-dokumen keberangkatan untuk pelajar sudah dibuatkan daftarnya oleh pemerintah dan dijabarkan dalam bentuk petunjuk teknis yang detail oleh pihak universitas sejak 2 bulan sebelumnya sampai H-2. Kebetulan, untuk kasus saya, seluruh komunikasi terkait keberangkatan dilakukan hanya melalui Sensei sehingga saya bisa lebih fokus. Ini perjalanan yang normal dan sangat teratur, jadi santai saja. Tidak perlu panik dengan segala isu baik huru-hara maupun hal-hal kecil apalagi detail yang berbeda dari rekan-rekan lain. Tetap semangat dan hanya perlu patuhi arahan dari universitas.

Dua hari kerja sebelum berangkat, riwayat kesehatan 7 hari terakhir, kuesioner dari MHLW, serta comprehension check wajib disubmit ke universitas (baik melalui Sensei atau PIC di graduate school masing-masing). Selain itu, aplikasi MySOS, COCOA, dan Google Maps perlu dicek sudah terinstall di ponsel dan permission untuk location sudah aktif. Khusus MySOS, pastikan sudah terisi paling lambat 16 jam sebelum keberangkatan untuk mempermudah urusan saat ketibaan. Ada 4 isian pada MySOS yaitu kuesioner (rangkuman jadwal keberangkatan, lokasi tempat tinggal, dan kontak darurat), pledge, sertifikat vaksin dari PeduliLindungi, dan hasil negatif tes PCR yang sampelnya diambil maksimal 72 jam sebelum keberangkatan.

Perlu diingat bahwa vaksin booster diperlukan sebagai syarat melakukan perjalanan, boleh pakai vaksin apa saja. Namun demikian, akan ada diferensiasi aturan karantina sesuai validitas jenis vaksin primer. Bagi penerima vaksin primer valid (AZ, Pfizer, Moderna, Janssen), selesai urusan di bandara ketibaan, dapat langsung melanjutkan perjalanan tanpa wajib karantina. Sementara, bagi penerima vaksin primer Sinovac (and other Chinese vaccine), sertifikat vaksin kita tidak valid di Jepang sehingga tidak perlu diunggah ke MySOS. Sebagai gantinya, kita wajib karantina 6 hari 5 malam di hotel. Urusan ini, seluruhnya dikoordinasikan oleh universitas. Transport dari bandara ke hotel, pilihan hotel, makanan halal 3 kali sehari, PCR di hari keempat, dan transport kembali ke bandara semua sudah diatur. Tinggal siapkan uang yang banyak lalu duduk manis. Good luck, Sinovacced! Termasuk saya, hahaha. Udah nggak ada pilihan selain ketawa, jadi ya ketawa aja :) 

Terkait biaya karantina, besarnya bervariasi antar travel yang digunakan oleh masing-masing graduate school. Ada travel yang karantinanya 6 hari 5 malam, ada juga yang 7 hari 6 malam. Graduate school saya menggunakan jasa Tobu Top Tours. Sesuai namanya, taksinya top, hotelnya top, makanannya top. Selain akomodasi, fasilitas PCR ketiga juga sudah termasuk di dalam paket travel. Untuk 6 hari 5 malam dengan Tobu Top Tours, biaya yang diperlukan (dalam Yen) adalah 55.000 untuk hotel, 23.800 untuk makanan halal, 14.000 untuk biaya taksi, dan 10.000 untuk biaya PCR ketiga. Sejauh ini perlu menyiapkan dana segitu, yang tagihannya akan dikirimkan sesampai kita di universitas. 

Totalnya 102.800 Yen, ya sekitar 12 jutalah.

Satu lagi yang penting, kita harus siapkan asuransi perjalanan sendiri. Saya pilih BCA Travel Insurance yang selain asuransi perjalanan, juga ada coverage kalau-kalau (naudzubillah) harus dirawat karena Covid. Jangka waktu coverage yang saya pilih adalah 14 hari (sampai 18 April 2022), dengan biaya 21 USD, sebelum nanti bisa mengurus asuransi sebagai warga Jepang. Selalu berdoa dan jaga kesehatan yaaa agar asuransinya tidak perlu diklaim.

Oke lanjut, lesgo!


Dokumen perjalanan sila dilihat di bawah ini, bisa diatur-atur dulu susunannya supaya tidak perlu mengeluarkan semua berkas setiap saat. Dokumen selain ini bisa disimpan di map terpisah, karena tidak diminta menunjukkan jadi sifatnya hanya untuk berjaga-jaga.

---

Keberangkatan

Dokumen keberangkatan: e-ticket, paspor (terdapat visa dan CoE di dalamnya), hasil PCR sesuai format MHLW, dan boarding pass.

1. Saya tiba di Terminal 3 bandara keberangkatan, Soekarno Hatta, sekitar pukul 17.00. Saya sengaja menyediakan waktu yang cukup leluasa meskipun counter check-in baru dibuka pukul 19.00 agar persiapan berbuka puasa bersama keluarga menjadi lebih tenang dan nyaman. Selain itu, juga perlu waktu untuk memastikan bahwa dua koper saya masing-masing tidak melebihi 23 kg (kalau mau menimbang dulu dan bongkar-bongkar masih aman, tidak terburu-buru). Pastikan juga baterai ponsel tetap terisi maksimal.

2. Saya dan keluarga mencari tempat duduk di counter E sebelah barat karena dekat dengan mushola dan tidak dilalui banyak orang. Selesai berbuka dan sholat magrib (yang dijamak dengan isya), saya bersiap ke counter C di mana para penumpang JAL akan check-in. Meski masih kurang 5 menit dari jam 19.00, antrian sudah sangat panjang karena kami akan berangkat dengan penumpang lain yang akan transfer ke Amerika Serikat. Di counter check-in, akan diminta menunjukkan surat hasil negatif PCR sesuai format MHLW yang dapat diunduh di website MOFA. Saya PCR H-2 di RS Siloam Bogor dengan sebelumnya membeli e-ticket tes PCR di Tiket.com.

3. Selesai check-in dan mendapatkan boarding pass (sekitar pukul 20.00), saya diarahkan untuk menuju imigrasi dekat counter A. Saya langsung berpamitan dengan keluarga, selain karena setelah ini sudah tidak bisa keluar masuk, juga agar mereka bisa segera kembali ke Bogor sebelum terlalu malam. Nasihat khas dari ayah tentu saja "Sholat jangan tinggal", dan ibu "Tetap berzikir" mewarnai suasana pamitan ini. Terakhir, untung tidak lupa berikan amplop kepada ayah, ibu, dan ponakan berisi uang hari raya. Yaaa meski puasa saja baru mulai beberapa hari hahaha.

4. Proses imigrasi normal saja, ditanya tujuannya ke mana, mau apa, dan berapa lama, dilanjutkan pertanyaan ramah tamah lainnya. Selesai urusan imigrasi, saya masih punya waktu 1 jam lebih untuk duduk santai. Mengabari Sensei, membalas pesan orang-orang yang sudah terabaikan sejak kemarin pagi, sambil menikmati air lemon dingin yang dibeli di warung estetik dekat ruang tunggu, lupa namanya apa. Oh ya, meski akan sangat dibantu oleh jaringan internet di bandara dan hotel, untuk berjaga-jaga, saya tetap memilih membeli paket roaming Asia untuk sebulan, di Telkomsel harganya sekitar 315 ribu. Lagian, perlu beberapa proses dan waktu untuk mendapatkan nomor +81.

Pada proses ini, tiba di bandara minimal 3 jam sebelum keberangkatan sudah cukup leluasa. Lebih awal akan jauh lebih baik.

---

Hal-hal lainnya

Selain perlu bawa parasetamol, minyak kayu putih, dan boncabe, masing-masing tentu punya keperluan lain yang sifatnya privat sehingga silakan diatur sendiri. Contohnya, saya membawa DNA mikrob untuk penelitian dan saya perlu memastikan tersedianya dry ice yang memadai sampai saya tiba di hotel karantina dan dapat menggunakan freezer di kulkas kamar. Saya juga tidak bisa menghilangkan kebiasaan kopi pagi sehingga saya bawa stok kopi yang cukup, pilihan terbaik tetap jatuh pada Sumatera Mandheling milik Excelso. Juga the king of flavour, Indomie rebus ayam bawang dan Indomie goreng ayam panggang, sebagai penawar terutama di awal-awal saat lidah belum terbiasa dengan rasa makanan di Jepang. Sepuluh bungkus cukuplah, jangan bawa satu dus.

---

Penerbangan

Dokumen penerbangan: Screenshot MySOS yang sudah berwarna hijau di ponsel.

Karena ini penerbangan malam, maka aktivitas utama selama di pesawat tidak lain dan tidak bukan adalah tidur. Bagi yang tidak mengambil rukshah dan tetap ingin berpuasa, jam berapapun makanan dibagikan, segera makan dan niatkan itu untuk sahur, kemudian lanjutkan tidur hehehe. Bagi yang mengambil rukshah, masih bisa ngemil dan minum kopi sampai pagi namun pastikan sudah tidak makan dan minum minimal 30 menit sebelum mendarat, sebagai syarat untuk tes PCR saat ketibaan.

Saya terbangun kembali saat mendengar suara pramugari yang terdengar sibuk. Dia membagikan kertas-kertas yang banyak terkait dokumen ketibaan dan bertanya ke setiap orang terkait MySOS. Bagi rekan-rekan khususnya pelajar, pastikan urusan MySOS selesai saat masih di Jakarta sehingga tidak perlu repot mengisi ini itu apalagi harus membuka-buka bagasi kabin seandainya lupa menyimpan pulpen di saku. 

MySOS saya sudah hijau jadi saya tidak diberikan kertas-kertas tadi. Karena sudah pada berisik, saya tidak bisa tidur lagi dan mulai memandangi ke arah jendela lalu mendapati pemandangan menakjubkan. Lapis-lapis lila dan jingga di langit. Saya seperti sedang menghayati ringtone Over the Horizon milik ponsel Samsung tapi kali ini dalam bentuk visual. Baru terjawab insting saya memilih window seat dekat sayap. Berkali-kali saya bergumam, masyaAllah, masyaAllah, masyaAllah. 


Sampai pada akhirnya, masyaAllah saya berubah menjadi "Astaghfirullah, belum sholat subuh." Saya lihat jam: 05.40. Buru-burulah bertayamum dan sholat tentu dengan tidak khusyuk. Sejam lebih kemudian, pesawat mendarat. Halus sekali. Kalau kata FA Citilink, "Landingnya nggak berasa." Mantap.

---

Ketibaan

Dokumen ketibaan: Pulpen harus selalu ada di kantong, hp jangan lowbat, paspor, MySOS yang sudah berwarna hijau, pledge, hasil PCR format MHLW, dan health card. 

Sampai juga di Narita. Penumpang transit diutamakan terlebih dahulu baru kita diminta turun kemudian. Setiba di gedung terminal, saya langsung ganti masker, mengaktifkan roaming, menyambungkan ke koneksi internet bandara, dan sa'i (nggak sih boong, jalan biasa aja). Sampai pada pintu masuk inspection, ada 2 jalur tersedia. Jalur MySOS hijau dan jalur MySOS merah/kuning. Yang MySOSnya sudah hijau akan langsung diarahkan satsetsatset ke proses selanjutnya. Ringkasnya ada 2 proses: PCR dan imigrasi yang berlangsung hampir 3 jam, ini estimasi waktu bagi yang MySOSnya sudah hijau. Yang belum, bisa jauh lebih lama.

PCR akan diawali dengan menunjukkan MySOS hijau dan mengisi health card. Pada tahap ini, akan dikonfirmasi apa benar tidak makan dan minum pada 30 menit terakhir, dari negara mana, vaksinnya valid atau tidak, dilanjutkan dengan pengambilan sampel saliva. Perjalanan selama di dalam gedung terminal sampai proses pengambilan sampel saliva selesai ini memakan waktu 40 menit.

Setelah selesai PCR, kita diminta ke tahap konfirmasi karantina. Lagi-lagi jalurnya dipisah antara MySOS yang sudah hijau dan belum hijau. Kita diminta memindai QR code dari MySOS yang sudah hijau dan bagi yang wajib karantina, akan ditanyai karantinanya di mana dan berapa hari. Antri pada tahap ini cukup melelahkan karena ada di dalam lorong sempit selama kurang lebih 45 menit.

Begitu tuntas urusan konfirmasi karantina ini, kita disediakan tempat duduk sesuai nomor masing-masing dan akan dipanggil sesuai nomor stiker sampel PCR yang ada di balik paspor, waktu tunggunya sekitar 30 menit.

Sambil menunggu hasil PCR, saya kembali mengabari Sensei. Beliau segera membalas, "Welcome to Japan!" Sedetik kemudian, saya tersenyum dan lelah saya hilang. Iya Pak makasih ya. Saya sayang Bapak (nggak bales gini sih).

Selesai mendapat hasil PCR negatif, kita lanjut ke proses kedua yaitu imigrasi. Imigrasi perlu waktu 50 menit. Antri lagi, diambil foto, isi-isi form lagi, dapat residence card. Antri lagi, ambil bagasi, dan isi declaration form bagasi. Akan ada anjing pelacak yang cukup sensitif, jadi bagi yang bawa produk daging atau produk segar lainnya, pastikan menggunakan seal yang sangat rapat. Saya sendiri memilih tidak membawa makanan basah apapun.

Oleh karena selama hampir 3 jam ini banyak jalan sana sini, antri, banyak isi form ini itu, usahakan tidak bawa tintingan lain, cukup ransel yang isinya hanya laptop dan dokumen. Kalaupun terpaksa bawa, ya pastikan yang tidak menyusahkan.

Di pintu akhir ketibaan, saya langsung menemukan petugas travel yang membawa sign "TOBU" rekanan Hokkaido University dan melapor. Kemudian, dia telfon-telfon orang mungkin untuk konfirmasi. Dia cek ponsel saya, periksa beberapa hal termasuk riwayat perjalanan seminggu terakhir di timeline Google Maps. Buset, dicek beneran, saya tenang saja karena memang saya tidak ke mana-mana, hanya keluar rumah saat tes PCR. Tidak lama kemudian, dia setuju membawa saya ke mobil dan saya diantar ke hotel dalam jarak tempuh 10 menit.

---

Karantina

Keperluan karantina: MySOS yang selalu stand by, laptop, termometer

Saya tiba di hotel karantina "International Garden Narita Hotel" pukul 10.40. Segera setelah urusan check-in selesai, saya mengabari Sensei kembali lalu beliau menanyakan apakah saya bisa Zoom pukul 14.00. Beliau tanya suhu tubuh dan menanyakan jadwal ke Sapporo lalu menyampaikan akan menjemput di bandara Chitose bersama satu rekan laboratorium kami. Selesai. Zoom call hanya berlangsung 3 menit. Zoom yang sama dilakukan setiap hari selama masa karantina.

Hampir saja lupa pada bagian terpenting dari masa karantina ini: monitoring langsung dari MHLW di MySOS. Saya buka MySOS saya yang sudah kembali merah, saya klik "Check-in" dan lokasi karantina saya (around Yoshikura, Narita, Chiba) tersimpan di sistem berikut quarantine last date. Dua kali sehari, ada video call 30 detik, laporan kondisi kesehatan, dan kewajiban menekan tombol "I'm here" di MySOS segera setelah mendapat notifikasi. Aturan yang tidak sulit tapi tetap bikin deg-degan apalagi kalau panggilan datang saat asik tidur siang.

Apa rasanya hidup di kamar selama karantina?

Hotel ini masih di sekitar bandara. Alhasil, tidak banyak gemerlap dan aktivitas manusia yang dapat dipelototi. Di dalam kamar 28 meter persegi ini, saya menghabiskan 6 hari dengan sukses. Saya suka duduk di sisi utara, spot favorit saya untuk menghabiskan hari. Mengukur suhu tubuh, memandangi bis yang berlalu lalang, ngemil, ngopi, makan, melihat lampu malam, dan ngomong sendiri. Saya jadi terinspirasi membuat sudut seperti ini di lantai atas rumah saya nanti. Jendela yang besar dengan sandaran tangan yang leluasa, dua kursi yang kuat, dan meja bulat yang lucu namun kokoh.

Sementara meja di samping televisi saya jadikan ruang kerja dan micro-theatre untuk menamatkan drama Korea. Sisanya tentu saja: karaoke sepanjang hari. Beruntung saya tidak pernah digedor warga kamar sebelah.


Supaya tidak terlihat terlalu menganggur, saya sempatkan sedikit membuka bacaan yang saya bawa dari Bogor. Juga saat iseng-iseng merapikan isi email, ada satu article review request yang belum saya respon, segera saya tuntaskan sebelum saya kembali malas. Lumayanlah, jadi ada pekerjaan serius sedikit.

Selain itu, hari-hari karantina isinya adalah makan, makan, dan makan. Di jam tertentu, tinggal buka kamar dan makanan sudah tersedia, digantung di handle pintu. Makanannya halal, beragam, dan sehat. Jika ingin cari suasana sedikit berbeda sekalian cuci mata, bisa turun ke sevel untuk jajan. Oh ya, supaya tidak penasaran, saya tunjukkan bentuk makanannya. Kiri atas rasanya terbaik! Bagi yang belum nonton, menghabiskan series "What Did You Eat Yesterday?" di Netflix cukup membantu memahami referensi makanan sini, apalagi melihat Shiro-San yang selalu memasak dengan hati yang senang.


Tetap saja, di sepanjang hari, ada yang selalu ditunggu. Senja, teladan yang baik bagaimana matahari berpisah dengan indah. Pagi yang hangat, siang yang hidup, malam yang megah. Maka wajar pada suatu kaum, ia dipuja dan disembah.

 

Setelah mendapatkan hasil negatif pada PCR ketiga ini (10 April 2022), saya melapor ke MySOS untuk menerima notifikasi bahwa saya dapat mengakhiri periode karantina secara legal. Saya merapikan kembali bawaan untuk ke Sapporo, mengatur mana koper yang bisa dibawa sendiri dan mana yang akan dikirim ke asrama kampus via desk bell karena pesawat domestik hanya melayani bagasi berkapasitas 20 kg. Biaya kirim koper akan disesuaikan dengan daerah tujuan. Untuk saya yang di prefektur Hokkaido, biaya kirimnya adalah 3.000 Yen untuk satu koper 25 kg.

Layanan kirim koper ini juga ada di bandara Narita ya, barangkali tidak ingin repot bawa koper sejak awal ke hotel karantina. Catatannya, karena kita masih akan karantina beberapa hari, jangan kirim koper dari bandara, kecuali sudah jelas di alamat tujuan akan ada yang bisa menerima, baik keluarga atau teman.

Malam terakhir di hotel karantina rasanya sama dengan malam terakhir di manapun, rasa hati campur aduk dan susah tidur.

---


Epilog

Selain soal cek kesehatan yang membosankan, kewajiban makan kenyang, serta tidak sempat ngopi dengan layak bersama teman lab dan teman geng, bisa dibilang seluruh proses karantina, baik yang di tanah air maupun yang di tanah orang ini menyenangkan. 

Saya tidak perlu kaget pagi ini masih di Lab Mikologi dan besok pagi sudah di lab baru. Saya jadi punya waktu yang cukup, untuk bengong, ngobrol dengan diri sendiri tentang kehidupan, dan menunggui sore dengan nikmat, tanpa terburu-buru. Sebelum memulai kehidupan yang sibuk, hari-hari rindu pecel lele, serta drama sakit tapi tidak ada yang membawakan sup panas.

Saya jadi punya waktu yang cukup, untuk bersiap gembira, selayaknya girang saat memilih baju terpantas sebelum bertemu kamu. Pagi ke pagi yang akan benar-benar baru. Semoga saya bisa menunaikan amanah tugas belajar ini dengan baik.

Comments

  1. Sehat-sehat Bu, makan yang banyakk! Jangan mi kepal :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Temuan yang belum dipatenkan dilarang dibocorkan

      Delete
  2. Makan makanan jepang sepuasnyaaa 😍😍😍

    ReplyDelete
  3. Bismillah ya kados. The journey is begin. Puas deh makan ramen yg asli dari sanaπŸ˜‚

    ReplyDelete
  4. Neng maniiiiis... semoga lancar yaa semua...

    ReplyDelete
  5. MasyaAllah...selalu kunantikan kisah perjalanan studimu disana ya ka ....semoga dilancarkan semuanya πŸ€—

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Die Another Day

Malam ini sepulang bekerja, kudapati sebuah amplop di dalam kotak surat. Isinya sumpit cantik dan selembar tulisan, kiriman seorang teman Jepang dari provinsi sebelah. Lelah lahir batinku tidak hilang seketika tapi menyelesaikan malam menjadi lebih ringan rasanya. Teman yang sama yang dulu membuatkan aku materi belajar bahasa lalu menyempatkan mengajari secara online saat aku masih di Bogor. Belasan pertemuan, sudah seperti kurikulum sekolah tetapi untungnya yang ini tidak ada UTSnya, bisa-bisa nilai jeblok karena IQ sudah turun banyak akibat kognitif sudah tidak pernah diasah.  Teman yang sama yang terbang ke Sapporo tepat di pekan pertama aku tiba, mengajari cara beli tiket kereta dan menunjukkan tempat-tempat makan halal. Karena dia tau pilihan makanku terbatas padahal dia pun bukan warga situ. Teman yang tidak pernah terlambat apalagi bolos sekolah, tapi rela ambil cuti kerja 3 hari menemaniku keliling Yokohama dan Tokyo semester lalu. Agar aku tidak sendirian menunggu waktu ja...

Semeja Tanpa Dialog

Ada yang menunggu kamu, tepat di waktu ini, pada malam yang sendu "Apa kabar kamu hari ini?" Klise namun ingin kuulangi setiap malam. Meski lebih sulit mencari celah waktumu di penghujung hari, tetapi baiklah, kesehatan dan istirahatmu lebih penting dari itu. Aku percaya di mana kau kucari, di situ kau sedang merapikan hidupmu untuk peristiwa membahagiakan keesokan harinya. Kebingunganmu terasa sampai di sini, di ribuan kilometer jarak kita saat ini. Keresahan tanpa alasan, tarik ulur yang semakin seru, juga permintaan hati yang tak kunjung dapat kukabulkan. Hal-hal kecil yang sudah berubah, kebiasaan yang kini menjadi berbeda. Kamu tetap ada namun rentang kita semakin terasa. Kuingat pernah dengan lantang kuteriakkan bahwa memang terlalu jauh bicara mati, namun hanya itulah yang bisa memisahkan kamu dari penjagaanku. Senaif itu cintaku padamu hingga kadang lupa bahwa tidak semua yang hadir akan menjadi takdir. Kulihat kembali pesan-pesan yang saling kita kirimkan sejak pagi,...