Skip to main content

Terbiasa

Setelah menikmati gurihnya seduhan kopi Flores Bajawa pagi tadi, aku teringat pada laman tempat ku biasa berceloteh ini. Tidak terasa, 13 bulan kita sudah hidup di masa harus bertemu tanpa menatap mata. Teringat pada dialog klasik yang masih relevan,

"Tenang saja ya, dalam banyak hal, kita cuma butuh tiga bulan untuk merasakan derita."
"Lalu setelahnya, apakah kita akan kembali bahagia?"
"Tidak, setelahnya kita hanya akan terbiasa."

Sakura Sumba (Cassia javanica), Agustus 2020

Dari pengalaman, aku belajar bahwa perjalanan adalah soal berlari menuntaskan keresahan dan terkadang kita tidak harus buru-buru sampai di tujuan. Ketika semuanya terasa menyenangkan, berfaedah atau tidak, sesekali aku memang sengaja mencari jalan lain padahal jelas lebih memakan waktu. Bukan karena aku tidak tau cara membaca peta, tapi aku hanya ingin ada di dekat kamu lebih lama. Karena ternyata meski ambisi perlu dipelihara, panjangnya hari-hari yang dilewati menjadi begitu nikmat atas berbagai hal yang menjadikan kita terbiasa.

Dibanding melompat lebih tinggi, dengan kamu aku hanya ingin berjalan lebih jauh. Walaupun suatu saat bisa jadi kita terpaksa untuk tidak saling ada, simpan satu per satu perasaan yang tersisa sambil menata hati yang lebih lapang untuk menyimpan rasa cinta yang dalam. Dan kalau soal hati, jelas hanya pada Tuhan kita boleh bersandar dalam doa-doa yang panjang. Dalam malam yang penuh cemas berharap masih ada pagi yang entah indah atau tidak, yang jelas selalu ada terima kasih pada kamu yang selalu bersedia ada di sini.

Comments

  1. hanya perlu terbiasa ya kak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju, sampai tidak perlu berharap apa-apa selain menjalani apa yang ada.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Die Another Day

Malam ini sepulang bekerja, kudapati sebuah amplop di dalam kotak surat. Isinya sumpit cantik dan selembar tulisan, kiriman seorang teman Jepang dari provinsi sebelah. Lelah lahir batinku tidak hilang seketika tapi menyelesaikan malam menjadi lebih ringan rasanya. Teman yang sama yang dulu membuatkan aku materi belajar bahasa lalu menyempatkan mengajari secara online saat aku masih di Bogor. Belasan pertemuan, sudah seperti kurikulum sekolah tetapi untungnya yang ini tidak ada UTSnya, bisa-bisa nilai jeblok karena IQ sudah turun banyak akibat kognitif sudah tidak pernah diasah.  Teman yang sama yang terbang ke Sapporo tepat di pekan pertama aku tiba, mengajari cara beli tiket kereta dan menunjukkan tempat-tempat makan halal. Karena dia tau pilihan makanku terbatas padahal dia pun bukan warga situ. Teman yang tidak pernah terlambat apalagi bolos sekolah, tapi rela ambil cuti kerja 3 hari menemaniku keliling Yokohama dan Tokyo semester lalu. Agar aku tidak sendirian menunggu waktu ja...

Semeja Tanpa Dialog

Ada yang menunggu kamu, tepat di waktu ini, pada malam yang sendu "Apa kabar kamu hari ini?" Klise namun ingin kuulangi setiap malam. Meski lebih sulit mencari celah waktumu di penghujung hari, tetapi baiklah, kesehatan dan istirahatmu lebih penting dari itu. Aku percaya di mana kau kucari, di situ kau sedang merapikan hidupmu untuk peristiwa membahagiakan keesokan harinya. Kebingunganmu terasa sampai di sini, di ribuan kilometer jarak kita saat ini. Keresahan tanpa alasan, tarik ulur yang semakin seru, juga permintaan hati yang tak kunjung dapat kukabulkan. Hal-hal kecil yang sudah berubah, kebiasaan yang kini menjadi berbeda. Kamu tetap ada namun rentang kita semakin terasa. Kuingat pernah dengan lantang kuteriakkan bahwa memang terlalu jauh bicara mati, namun hanya itulah yang bisa memisahkan kamu dari penjagaanku. Senaif itu cintaku padamu hingga kadang lupa bahwa tidak semua yang hadir akan menjadi takdir. Kulihat kembali pesan-pesan yang saling kita kirimkan sejak pagi,...

Days of A Sinovacced

Prolog Senin, 11 April 2022. Siang ini saya akan berangkat ke Sapporo! Saya diberi tugas oleh Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan belajar pada jenjang S3 di Laboratorium Applied Molecular Microbiology, Graduate School of Global Food Resources, Hokkaido University. Saya akan mempelajari patogenesis cendawan penyebab blas padi, dibimbing oleh Bapak Profesor Teruo Sone. Sponsor belajar saya adalah Hokkaido University President's Fellowship yang seluruh rangkaian seleksi beasiswa sampai penyelesaian urusan dokumen admission ke graduate school  berikut support morilnya dibantu oleh ICO, direktorat program internasional di IPB. Karena program ini sudah dimulai sejak Oktober 2021 tetapi waktu itu belum bisa berangkat karena pandemi, saya harus memulai semester 1 di Indonesia. Terima kasih kepada Departemen Proteksi Tanaman atas segala fasilitas penelitian yang diberikan pada penumpang gelap ini. Cerita perjalanan saya terangkum di sini. Selamat membacaaa. Bagi rekan-rekan yang aka...